HMTI-Kumpulan Hati yang Bersemangat

Itu judul tulisan pandangan saya tentang HMTI. Ditulis untuk jadi salah satu atribut kampanye calon ketua HMTI UAJY 2011-2012.

Early Stages
Saya adalah anggota Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) HMTI UAJY periode kerja 2010-2011. Sampai sekarang pun saya tidak paham apa tugas bidang ini. Tapi saya bersyukur, dari bidang itulah saya belajar banyak tentang organisasi dan manusia. Pujian untuk ketua saya waktu itu bersama segenap pengurusnya yang memberi kesempatan juniornya memegang peranan koordinator bidang even-even HMTI. Peranan itu mengajarkan saya mengkoordinasi manusia yang beraneka ragam; menghargai keunikan mereka dan akhirnya berbicara dengan ‘bahasa mereka’.

Saya adalah kaum minoritas di HMTI. Bersama Yosi, Billy, Ardian, dan Cahyo, kami berlima adalah anak kelas internasional yang mencoba cari teman di HMTI. Awalnya saya tidak nyaman dengan predikat ‘anak kelas internasional’ itu. Tapi seiring waktu tidak lagi. Saat masuki bulan-bulan tersibuk di masa bakti itu, karakter orang mulai terlihat. Ada yang sepenuh hati mendukung even, ada yang seperempat. Suatu saat tiba waktu evaluasi penyelenggaraan even TIOS 2011. Ada keinginan untuk mengkritik teman sesame ‘minoritas’, tapi keengganan sempat muncul karena tidak mau ‘mencoret muka sendiri’. Meski sempat ragu, akhirnya saya sampaikan ke forum tentang keberatan saya ketika Ardian memilih pulang duluan dari arena even ‘hanya’ untuk mengejar deadline tugas Bahasa Inggris yang tinggal 4 jam lagi. Saya marah-marah. Saya katakan, Ardian mempermalukan kelas internasional karena men-downgrade diri sendiri dengan lari dari tanggung jawab. Saya tunjukkan bahwa meski baru mulai kerjakan tugas Bahasa Inggris jam 9 malam, saya tetap sanggup kumpulkan tepat waktu. Muka Ardian ungu. Tapi sejak saat itu kami berteman baik, saya bangga dia tunjukkan perubahan-perubahan yang mendasar dalam dirinya. Bahkan saya menjadi lebih mudah melihat sisi positif Ardian daripada orang lain yang masih selalu ‘mengutuk’ dia. Mungkin makian saya waktu itu ke Ardian ada untungnya juga buat dia, dan saya.

Kepercayaan dari teman-teman menguatkanku
Pendek cerita pemilu raya tiba. Empat orang calon ketua yang masih ‘hijau’ seakan dipaksa cepat tumbuh dewasa. Saya, Boni, Yosi, dan Berti masih kurang pengalaman kala itu untuk akhirnya berani mencalonkan diri menjadi kandidat ketua HMTI periode 2011-2012. Harus diakui, pengetahuan kami berempat mengenai organization management waktu itu baru berumur setahun. Tapi ternyata Wita, ketua kami, melihat potensi karakter kami berempat. Dan dia yakin karakter itu dibangun sejak belasan tahun sebelumnya. Tetap, saya tidak bernyali maju jadi calon ketua.

Tuhan kirimkan seorang aneh dan asing untuk memberiku peneguhan. Nama orang aneh itu Sindhu, JB (De Britto) angkatan 2002, TIKI angkatan 2005. Lewat Bintang (Teknik Informatika, Senat 2009), Sindhu ajak saya bertemu untuk bicara serius. Saya tidak kenal siapa dia, pernah dengar namanya pun tidak. Akhirnya saya penuhi janji untuk bertemu. “Jarene kowe arep nyalon dadi ketua, Yog?” tanyanya. Kupikir, orang ini gila, saya tidak pernah bilang kepada siapapun tentang niat ingin menjadi ketua meski dorongan memang banyak. Lalu kami mulai berdebat ala JB tentang organisasi dan idealisme-idealisme kami. Sejak saat itu saya makin sering bertemu dengan senior-senior HMTI untuk ngangsu kawruh. Saya memberanikan diri berpikir lebih besar. Saya melihat ada peluang untuk lebih dari sekadar menyelesaikan kuliah dengan mulus tanpa tanjakan dan turunan ala mahasiswa. Saya putuskan berjalan ke arah peluang itu.

Saya tekun mencatat berbagai pengalaman kakak angkatan mantan pengurus HMTI, termasuk keluhan-keluhan mereka, kekhawatiran, dan cita-cita mereka yang belum tercapai di periode kepengurusan mereka. Saya bekerja sendiri, cenderung mendengarkan gagasan orang tetapi menyusunnya menjadi gagasan-gagasan dan visi misi saya sendiri. Tahap demi tahap mulai dari mengumpulkan dukungan, membentuk tim sukses, hingga membuat berbagai atribut kampanye semua berawal dari ide saya. Keempat calon memang dituntut bekerja sendiri. Saya galang dukungan bukan hanya dari teman-teman seprogram studi, melainkan juga dari teman-teman Teknik Informatika yang jelas-jelas tidak punya hak suara untuk memilih saya. Kedengarannya bodoh memang, tapi saya yakin mereka akan jadi tim sukses saya juga meyakinkan teman-teman mahasiswa Teknik Industri. Dan akhirnya saya buktikan, it worked.
Hari terakhir kampanye datang, sekaligus hari pencoblosan. Saya kenakan sepatu baru berdiri di atas podium, lalu sampaikan visi-misi dan program kerja saya. Orang-orang pun menjatuhkan pilihan. Di luar dugaan, saya menang 50% lebih dari dua calon yang lain dari HMTI. Bangganya bukan main, rasa terima kasih atas kepercayaan teman-teman bercampur kehawatiran menghadapi tanggung jawab di depan mata.

Berkonflik sepanjang jalur marathon
Saya berada di gerombolan para provokator kebaikan. Bersama Boni, Nico, dan teman-teman yang lain kami memprovokasi perbaikan di HMTI. Lepas dari kawah penggodokan selama tahun pertama di HMTI, kami berteguh janji melakukan apapun untuk memperbaiki HMTI yang kami cintai dan memenangkan marathon di depan kami. Mulanya saya jatuh beberapa kali oleh kesalahan saya sendiri. Saya terlalu goal oriented dan melupakan inti organisasi mahasiswa yaitu teamwork. Beberapa kali saya ambil inisiatif sendiri, tanpa perhatikan Boni sebagai wakil ketua, Cisca sebagai bendahara, dan Lia sebagai sekretaris saya. Saya sadari saya salah. Boni yang paling terlihat tidak dianggap. Saya introspeksi diri, ini bukan cara memimpin yang baik. Saya minta maaf kepada Boni, kami berkomitmen saling bantu dan bagi tugas sejak saat itu. Ini titik critical yang pertama di jalur marathon ini. Saya percaya ini adalah pelajaran yang sangat berharga bagi hidup saya, sebuah tamparan halus yang membuat saya menunduk sadar.

Event terbesar HMTI tahun itu, yaitu Teknik Industri On the Spot (TIOS), adalah ujian terbesar tahun itu sekaligus pembuktian gambling kami akan sukses tidaknya event itu. Ide gila Pak Hadisantono, Wakil Dekan III kala itu, untuk bertolak dari sisi akademis TIOS ke arah event kreatif berbau gambling ala pedagang Tionghoa: Lomba Balap dan Desain Kapal Othok-Othok se-Jateng dan DIY. Misi ganda mengiringi kerja saya dan tim mempersiapkan event ini: mengembalikan nama besar event HMTI UAJY sekaligus mengalahkan event besar Senat Mahasiswa FTI ‘musuh dalam selimut’ kami, yaitu Blitz. Mati-matian kami siapkan lomba itu dengan kekhawatiran minimnya peserta dan perhatian masyarakat sampai harinya tiba. Kami diliput TV nasional dan banyak media cetak daerah! Unbelievable! Kami menang telak!
In the end of the game, everyone won. Marathon dua lembaga mahasiswa FTI untuk berlomba-lomba menyelenggarakan event yang sukses akhirnya mengantarkan kami semua menjadi pemenang. Pemenang-pemenang dengan hadiah yang sangat berharga: terbukanya pintu-pintu pencapaian lain di depan mata kami. Kejar!

(Dimulai di Ayuthaya, Thailand medio Juni 2014, selesai di Pondok Mulyo akhir Agustus 2014)
image

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s