Kira-kira dua bulan lalu saya punya kesempatan liburan ke Wales, sebelah barat Manchester bersama enam orang teman sekampus. Ini kali kedua saya liburan ke kota-kota terdekat di UK dengan mobil. Di antara hari-hari liburan ke Wales ini terselip beberapa agenda terselubung: keeping up with Student’s Union soal booking venue untuk acara kebanggan kami Indonesian Cultural Festival, dan tentu saja soal belajar.
Well, saya tidak terlalu serius soal yang terakhir. Buat saya belajar adalah menggunakan seluruh indera untuk menangkap, merefleksikan, dan mengolah pengalaman menjadi sesuatu yang berharga. Jadi, boleh lah ya perjalanan liburan ini dihayati sebagai waktu belajar juga. Sebuah mata kuliah yang belum saya tuntaskan, bahkan sampai pada hari-hari liburan saya di Wales, adalah tentang menjadi pelayan. Dalam grup liburan ini saya mengambil peran sebagai sopir. Bening kala itu bertindak sebagai navigator, sementara kelima ibu-ibu lain menjadi penumpang yang membawa kegembiraan untuk seisi mobil.
Satu poin serius soal menjadi sopir terletak pada skill mendengarkan. Saya mendengar banyak suara ketika menyetir: suara Bening, ibu-ibu di barisan tengah dan belakang, mesin, handphone, dan lain-lain. Saya belajar bagaimana menggunakan kekuasaan penuh atas pikiran untuk mengizinkan suara yang ingin saya dengarkan masuk ke telinga, dan mengabaikan yang tidak. Tapi pelajaran pertama ini baru sekadar perihal ‘mendengar’, belum ‘mendengarkan’.
Ujian ‘mendengarkan’ sesungguhnya di dalam mobil tidak akan pernah saya lupakan. Siang itu kami semobil lapar, tapi bingung apakah akan bergerak ke pusat kota atau menjauhi kota untuk makan siang. Saya pun bingung, tapi tidak kuasa lagi untuk harus berpikir dan memutuskan makan di mana karena lelah menyetir selama beberapa hari. Coba saya bertanya pada ibu-ibu di barisan tengah dan belakang, sunyi yang saya dengarkan. Mungkin bunyi perut mereka yang keroncongan lebih terdengar jelas bagi saya. Akhirnya kami berputar-putar di perbatasan kota, sembari saya dan Bening melihat kalau-kalau ada warung makan yang cocok untuk ibu-ibu ini.
Saya tidak sabar, lalu berinisiatif gila untuk berputar-putar di roundabout sambil menunggu ibu-ibu menentukan pilihan ke arah mana kami akan mencari makan siang. Mobil kami mengitari roundabout sekitar, yaah, dua putaran penuh. Itu sudah cukup membuat ibu-ibu histeris dan segera menentukan pilihan untuk menjauhi kota dan mencari makan siang kita di sana! Aha, mendengarkan wanita, apalagi tentang apa yang mereka inginkan, memang tidak mudah!
Pria, lain kali kalau terjebak dalam kebuntuan komunikasi dengan wanita, berputar di roundabout mungkin adalah jalan keluar terbaik! Ini mendorong mereka ke tapal batas kesabaran, memungkinkan percepatan pengambilan keputusan. Sesuatu yang kita sukai.