Saya dua kali gagal masuk PTN

SMA almamater saya, De Britto, mulai mengunggah satu per satu nama siswa yang diterima di perguruan tinggi negeri (PTN) lewat jalur SNMPTN pada akun Facebook sekolah, lengkap dengan nama universitas dan jurusannya. Sebagai alumni, saya tentu turut bangga atas apa yang dicapai adik-adik saya. Untuk bisa diterima di PTN tentu tidak mudah. Saya gagal melakukannya, dua kali.

Sepertinya ini adalah kebiasaan baru, karena seingat saya sebelumnya sekolah tidak melakukan itu. Lazimnya hal baru, tentu ada pro dan kontra. Saya pribadi tidak setuju dengan cara ini. Kalau mau dibilang, “ah itu kan karena kamu tidak diterima di PTN”, biarlah. Saya tetap merasa perlu berpendapat, selama bisa mempertanggungjawabkan pendapat saya – sebuah nilai yang saya pelajari sewaktu SMA.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan sekolah mengumumkan jumlah dan nama-nama siswanya yang diterima di PTN antara lain mungkin karena (1) keinginan sekolah untuk turut mensyukuri pencapaian siswa sebagai pencapaian sekolah yang mendidik mereka, dan (2) membangun nama baik sekolah karena sebagian masyarakat mengkorelasikan banyaknya siswa yang diterima di PTN dengan kualitas sekolah. Dengan kedua pertimbangan di atas ataupun pertimbangan lain, hal ini sah saja dilakukan.

Yang saya tidak sepakat adalah apabila titik beratnya ada pada poin kedua. Saya percaya hingga sekarang bahwa De Britto menghargai alumninya atas pilihan-pilihan hidup mereka yang diambil secara bebas dan bertanggung jawab, serta menghidupi pilihan-pilihan itu secara tekun dan serius supaya bermanfaat bagi banyak orang.

De Britto punya banyak alumni direktur, CEO, dokter, insinyur, dan profesi-profesi lain yang mentereng di masyarakat. Tetapi di sisi lain De Britto juga punya alumni tukang becak, seniman, pedagang atau profesi lain yang dianggap ‘kurang mentereng’ oleh sebagian masyarakat. Kesemuanya dihargai sebagai pilihan hidup yang diniatkan untuk kebaikan orang lain, sesuai semangat man for and with others.

Alumni-alumni itu lahir dari berbagai macam sistem pendidikan: S1 di PTN/PTS, pendidikan informal, atau bahkan tanpa pendidikan lanjut selepas SMA. Seluruhnya adalah pilihan hidup yang patut untuk dirayakan sebagai komunitas De Britto.

Saya khawatir, dengan memberikan unggahan khusus untuk mengumumkan para siswa yang diterima di PTN, De Britto sedang menempatkan siswa-siswa ini di atas siswa-siswa yang memilih jalur pendidikan/jalan hidup lain untuk mencapai cita-citanya. Sebuah situasi yang saya yakini tidak bersesuaian dengan semangat De Britto, sekalipun mungkin selaras dengan perkembangan persepsi sebagian masyarakat tentang “sekolah berkualitas”.

Marilah sebagai De Britto kita rayakan alumni dan karya-hidupnya, lewat jalan manapun mereka memupuk ilmu dan pengalaman. Semoga persepsi saya mengenai unggahan ini salah, dan semoga memang nantinya unggahan ini dilanjutkan dengan nama siswa-siswa lain yang memilih belajar di PTS, berwirausaha, berkeluarga, bertualang hingga usia 20, menjadi pastor, menjadi ustadz, mengajar di pedalaman, atau apapun pilihan hidup mereka yang diniatkan baik dan dilakukan dengan penuh tanggung jawab!

AMDG

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s