(Eps.1.) Pemimpi yang Kelewat Beruntung: Meletakkan mimpi dalam sadar

Soal pendidikan, saya dan mungkin juga Anda beruntung tumbuh pada masa di mana ada pintu harapan yang terbuka lebih lebar bagi pemuda Indonesia untuk mengenyam pendidikan lanjut baik di dalam maupun luar negeri dengan beasiswa dari pemerintah Indonesia. Maka ketika pintu sudah lebih lebar terbuka, kita mestinya berani bermimpi lebih tinggi karena di saat yang sama peluang terwujudnya mimpi itu menjadi lebih besar juga.

Tapi terkadang kita tidur terlalu lelap, sehingga esok pagi lupa semalam bermimpi apa. Butuh moment tertentu yang membangkitkan ingatan dan kesadaran kita akan mimpi itu. Seperti tadi pagi saya lupa semalam mimpi apa, tapi melihat anjing pagi ini jadi ingat ternyata tadi malam mimpi dikencingi anjing. Kadang pula kita tidak sadar sudah sedekat itu dengan terwujudnya mimpi kita. Perlu sedikit cubitan atau tamparan dari kanan-kiri untuk mengembalikan kesadaran mimpi kita ke jalan yang benar.

Salah satu mimpi yang tumbuh bersama saya sejak kecil adalah menonton langsung pertandingan tim sepakbola kesayangan saya: Arsenal. Kala itu memang masih sangat mustahil untuk bisa mencapai mimpi itu, terlebih biaya yang harus dikeluarkan untuk terbang dari dan ke London, belum lagi tiket pertandingannya tentu sangat mahal. Masih terlampau banyak kebutuhan pribadi dan keluarga yang berada di atas mimpi saya itu dalam list prioritas hidup saya dan keluarga.

Akan tetapi, sepuluh tahun lebih berselang kemustahilan ini menjelma keniscayaan. Mimpi yang saya hidupi dari hari ke hari, matchday ke matchdayfake jersey ke fake jersey berada dalam ruang harapan kosong selama bertahun-tahun. Setidaknya seperti itulah rasanya–hingga Februari 2015. Pascawisuda sarjana di UAJY, saya dihadapkan pada dua pilihan: mencari pekerjaan atau melanjutkan studi S2. ‘Cubitan’ itu akhirnya datang dari sahabat saya Driando yang akan melanjutkan studi S2-S3 di Amerika. “Nggak pengen lanjut sekolah ke luar negeri, Yog?” tanyanya kepada saya. Pertanyaan ini tidak pernah saya tanyakan kepada diri saya sebelumnya, apalagi menarik kaitan pertanyaan ini dengan mimpi saya tentang Arsenal.

Pertanyaan ini menarik mimpi saya ke dalam arus kesadaran. Saya mulai memikirkan jalan apa saja yang bisa saya tempuh untuk mencapai Emirates Stadium. Saya menimbang-nimbang berbagai kemungkinan, dan mengukur jarak kemungkinan-kemungkinan itu menuju kenyataan. Secara sadar saya menilai diri dan menelisik modal pribadi; cukup atau tidak untuk berjalan ke arah mimpi itu. Ini adalah momentum krusial, di saat saya melihat peluang dengan utuhnya kesadaran dan menemukan bahwa: Hei, ada jalan!

Akhirnya, dalam rally saya menuju London telah saya temukan sebuah bekal pertama dan penting sebagai bahan bakar saya di jalan. Bekal itu adalah kegilaan terhadap Arsenal. Ia menjadi bahan bakar yang kali ini tidak hanya menghiasi malam-malam tidur saya, tetapi menghantui pikiran dari menit ke menit. Ia mengusik akal sehat dan logika lebih biadab dari biasanya, lebih tanpa ampun; terlebih setelah ia mengetahui bahwa rally ini tidak tak berujung. Tapi ingat satu hal: ia haruslah tetap bersifat bahan bakar, bukan setir yang mengendalikan arah mobil saya dalam rally ini.

Memiliki bahan bakar yang cukup tentu mahapenting. Sadarlah, bahwa perjalanan berburu beasiswa dan mencari universitas tidak akan mudah. Ada ribuan pesaing dari seluruh dunia yang mungkin sebaik atau bahkan lebih baik dari kita. Mengalahkan mereka tentu bukan perkara mudah, tapi memenangkan pertarungan melawan diri sendiri jauh lebih melelahkan. Temukanlah bahan bakarmu sendiri, yang menyalakan semangatmu dalam perjalanan.

Satu respons untuk “(Eps.1.) Pemimpi yang Kelewat Beruntung: Meletakkan mimpi dalam sadar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s